Selasa, 03 April 2012

Inspiring Teachers


“Guruku tersayang, guru tercinta… Tanpamu apa jadinya aku…
Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal…
Guruku, terima kasihku…” 
Penggalan lagu klasik di atas, mengingatkan kita semua akan sosok guru favorit semasa sekolah dulu.  Guru yang bahkan wejangan-wejangannya tetap kita ingat, meski telah bertahun-tahun meninggalkan bangku sekolah. Cara mengajar yang bersahaja dan penuh ketulusan, membuat sosok guru favorit mampu membangkitkan semangat belajar murid-muridnya. Sesulit apapun pelajaran tersebut. Berikut adalah tiga sosok guru yang hingga detik ini menjadi panutan penulis.

Bu Mimin
            Terngiang senyum khasnya setiap saya mengingat sosok Ibu Guru yang satu ini. Senyum dan binar matanya yang memancarkan ketulusan dan kebersahajaan. Beliau adalah guru bahasa Indonesia saya, ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama. Minkaesih nama lengkapnya. Penuh perhatian pada murid-muridnya, sabar, dan mampu membuat murid-muridnya antusias belajar bahasa Indonesia. Suatu pelajaran yang kita tahu, dicap sebagai pelajaran yang tidak penting dan membosankan. Beliau menjelma menjadi teman, setiap kali ia mengajar. Mungkin itu yang membuat kami antusias diajar olehnya.
            Pernah suatu kali, kami ribut dan tak dapat dikendalikan. Bu Mimin yang putus asa lantaran tak dapat lagi meng-kondusifkan seisi kelas, lalu menitikkan air mata. Kami spontan terperanjat dan merasa bersalah. Bu Mimin lalu berlalu dan kami seisi kelas menyesal karena membuatnya menangis. Dari semenjak itu, kami enggan ribut lagi (pada waktu pelajaran Bu Mimin).
            Momen lucu yang masih terekam jelas dibenak penulis adalah ketika bersalaman untuk pamit pulang. Sudah menjadi rutinitas, setiap pelajaran bahasa Indonesia (penulis lupa, apa semua pelajaran juga demikian) berada di jam akhir, selalu ada acara berpamitan sembari bersalaman dengan Bu Mimin (kita semua berbaris dulu, loh. Mirip anak TK ya? Hehehe…). Aku yang siang itu kebetulan menggunakan tas cangklek putih dan agak besar bentuknya, terkejut ketika Bu Mimin berkata, “Mau ke pasar, Bu?”. Beliau berucap sembari melirik ke arah tasku. Aku sempat terkejut lantaran Bu Mimin sebegitu jelinya memerhatikan muridnya. Aku lantas membalas perkataan Beliau sembari tersipu malu, “Hehehe.. Ibu bisa aja...”.

Bu Samini
            Fisika? Pasti sebagian kita langsung bergidik bila mendengar kata barusan. Yup! Saya juga termasuk yang fobia dengan pelajaran yang satu ini (susahnya ngga ketulungan!). Waktu saya duduk di kelas 8 sekolah menengah pertama, saya diajar oleh Bu Samini untuk pelajaran yang terbilang menakutkan tersebut. Bu Samini adalah seorang guru yang sabar. Walaupun ketika pertama kali mengajar, caranya terlalu cepat. Sampai suatu ketika kami semua protes, “Ibu, nggak ngerti!”. “Yang mana yang kalian nggak ngerti?” tanyanya. Kompak kami menjawab, “Semuanya, Bu!”. Meski agak sedikit terkejut mendengar kita tidak mengerti semua  materi yang Beliau ajarkan, Beliau akhirnya memaklumi dengan merubah cara mengajarnya menjadi lebih perlahan, dan selalu menyelipkan pertanyaan, “Ada yang kesulitan?”. Dari semenjak itu, kami yang tadinya sebal dengannya, menjadi suka padanya. Benar-benar guru yang pengertian. Yaa, Beliau paham kalau tidak semua anak cepat mengerti rumus-rumus dalam Fisika.
            “Rambutnya bagus, ga keliatan kaya abis dibonding. Tebel.” komentar Beliau mengenai rambut baru saya, yang habis di-rebonding. Hehehe… saya hanya bisa senyum-senyum salah tingkah. Ucapan lain yang saya ingat dan masih membekas hingga sekarang adalah ucapan beliau ketika saya dan beberapa teman saya tengah duduk di bangku depan sekolah dan dekat parkir motor (memorable betul, makanya saya masih ingat detailnya). Sembari mengelus punggung saya, Beliau berucap, “Neneng ini, calon guru.”. Saya lalu membalas ucapan Beliau sembari tertawa kecil dan heran kenapa Beliau berucap demikian. Dalam hati saya ketika itu, saya tidak ingin jadi guru. Tapi, ucapan Bu Samini kala itu adalah sebuah doa ternyata. Saya memang belum menjadi guru saat ini, tapi hati saya yang dulunya enggan menjadi guru, kini berbalik arah. Kini, saya berkeinginan untuk fokus dalam bidang pengajaran bahasa Indonesia selepas lulus S1 nanti. Iyah, jadi guru. Guru bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di luar negeri untuk 2 atau 3 tahun, lalu kemudian menjadi guru bahasa Indonesia SMP/A. *Doain, ya semoga terwujud! Amiin…

Bu Reni
            Jika semasa SMP saya bergidik dengan Fisika (SMA juga masih, sih... Hehehe...), SMA kelas 3 akhir, saya was-was dengan pelajaran musik, yang katanya akan tes gitar. Tes ini adalah salah satu pengambilan nilai untuk UAS (kalau tidak salah, yang jelas krusial sekali.). Brrrr.. dari beberapa bulan sebelumnya saya sudah tidak dapat membayangkan bagaimana ketika tampil nanti.
Terlebih guru pelajaran musik tersebut, terkenal killer. Namanya Bu Reni. Pernah ketika kelas 2, saya dan kelompok terkena semprotan Beliau, lantaran kami tidak ada persiapan untuk perform tugas musik. Ditambah lagi, kami cekikikan saat maju. Beliau lalu berkomentar dengan sinis selepas kami tampil, “Ga ada yang lucu! Kalian liat, kan, dari tadi saya nggak ketawa!”. Kami sekelompok lalu hening. Malu dan menyesal. Kemudian perkataan Beliau tersebut menjadi acuan buat kami untuk berpikir kreatif, kira-kira ide apa yang bagus untuk tampil minggu berikutnya (masih ada kesempatan di minggu berikutnya).
            Di minggu berikutnya, kami tampil se-terbaik mungkin. Serius tampil tanpa cekikikan lagi. You know what? We got A! Dari situ saya paham sifat Beliau, di matanya, siapa pun yang mau berusaha, akan Beliau hargai.
            Owkey, kembali ke tugas musik di kelas 3 akhir. Yup, nyaris saya menyerah dengan tes yang satu ini. Main gitar sambil nyanyi? Di depan seluruh teman sekelas? Whaaattt? Dan katanya tempatnya di aula. AULA? Tidak terbayang, di ruangan seluas itu nyanyi sendirian dengan puluhan pasang mata tertuju pada kita. Di rumah saja saya malu bernyanyi (malu sangat, sangat sangat sangat, yaaa… malu saja kalau suara saya terdengar oleh siapa pun, even itu my mom/dad). Tapi, entah kenapa pada akhirnya, saya memberanikan diri tampil (gilaaa, persiapan saya cuma 2 minggu!). Hufff… rasanya grogi kubik (grogi kubik? Cari di KBBI! Absolutely, nggak akan ada.).
            Eits, ternyata sifat Bu Reni yang saya duga sebelumnya, benar. Saya lulus, dengan nilai 78! Beliau sungguh menghargai muridnya yang mau berusaha. Bukannya saya bangga dengan persiapan saya yang instan, tapi saya bahagia karena Beliau menghargai perjuangan saya untuk berani tampil. Walaupun, suara saya nggak semerdu Raisa dan permainan gitar saya tidak se-jago Balawan. Bukan hal yang mudah buat saya untuk bernyanyi di depan kelas, karena saya pernah punya pengalaman yang tak mengenakkan seputar bernyanyi di depan kelas (bad experience itu terjadi ketika saya duduk di bangku sekolah dasar). Berkat tes gitar tersebut, saya jadi tidak singing-phobia lagi.
Terima kasih Bu Reni… Berkat Ibu, saya jadi berani untuk bernyanyi di depan umum, sendirian! Terima kasih juga, sudah membuat saya tidak bisa tidur semalaman, lantaran berbunga-bunga bisa lulus tes gitar! J Saya masih ingat perkataan Ibu sebelum mengakhiri pelajaran ketika di aula dulu, “Kalau  kita tidak suka dengan satu mata pelajaran, kita harus kenali dulu pelajaran itu. Sama kaya kita mengenal seseorang, jangan bilang tidak suka dulu, tapi kenali dan belajar untuk menyukainya.”. Woaaa… truly inspiring! Masih banyak wejangan dari Beliau yang masih saya ingat hingga detik ini (nggak mungkin kalau saya tulis semua, hehehe…). Sekali lagi, terima kasih, Bu…
Mungkin banyak diantara teman-teman semua yang juga mengalami pengalaman yang  sama dengan saya. Memiliki inspiring teachers semasa duduk di bangku sekolah, dengan berbagai kisah yang tentu terkenang slalu. Beliau-beliau adalah panutan saya. Kelak, ketika impian saya menjadi guru terwujud, saya ingin seperti Beliau-beliau, mengajar dengan tulus, bersahaja dan tentu menginspirasi murid-muridnya. :)

                       Bu Muslimah, guru yang sangat bersahaja dalam film Laskar Pelangi
                                       sumber gambar: jimi-wiser.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar